Peraturan dan Regulasi
IT terdapat dua sub yang pertama mengenai Perbandingan Cyber Law, Computer
Crime Act(Malaysia) dan bagian kedua Council of Europe Convention on Cyber
Crime.
Sebelum masuk dalam
pembahasan sebaiknya kita ketahui dulu definisi dari peraturan dan regulasi IT.
Peraturan merupakan
pedoman agar manusia hidup tertib dan teratur. Jika tidak terdapat peraturan,
manusia bisa bertindak sewenang-wenang, tanpa kendali, dan sulit diatur.
Regulasi adalah
“mengendalikan perilaku manusia atau masyarakat dengan aturan atau pembatasan.”
Regulasi dapat dilakukan dengan berbagai bentuk, misalnya: pembatasan hukum
diumumkan oleh otoritas pemerintah, regulasi pengaturan diri oleh suatu
industri seperti melalui asosiasi perdagangan, Regulasi sosial (misalnya
norma), co-regulasi dan pasar. Seseorang dapat, mempertimbangkan regulasi dalam
tindakan perilaku misalnya menjatuhkan sanksi (seperti denda).
A.
Perbandingan Cyber Law
Perkembangan teknologi
informasi dan komunikasi yang pesat pada saat ini dalam pemanfaatan jasa
internet juga mengakibatkan terjadinya kejahatan. Yaitu Cybercrime,
cybercrime merupakan perkembangan dari komputer crime. Rene L.
Pattiradjawane menjelaskan bahwa konsep hukum cyberspace, cyberlaw dan
cyberline yang dapat menciptakan komunitas pengguna jaringan internet yang luas
(60 juta), yang melibatkan 160 negara telah menimbulkan kegusaran para praktisi
hukum untuk menciptakan pengamanan melalui regulasi, khususnya perlindungan
terhadap milik pribadi.
John Spiropoulos
mengungkapkan bahwa cybercrime juga memiliki sifat efisien dan cepat serta
sangat menyulitkan bagi pihak penyidik dalam melakukan penangkapan terhadap
pelakunya.
Cyberlaw adalah sebuah
istilah atau sebuah ungkapan yang mewakili masalah hukum terkait dengan
penggunaan aspek komunikatif, transaksional, dan distributif, dari teknologi
serta perangkat informasi yang terhubung ke dalam sebuah jaringan atau boleh
dikatakan sebagai penegak hukum dunia maya.
Cyber Law merupakan
seperangkat aturan yang dibuat oleh suatu negara tertentu, dan peraturan yang
dibuat itu hanya berlaku kepada masyarakat negara tersebut. Jadi,setiap negara
mempunyai cyberlaw tersendiri.
Secara umum , materi
Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UUITE) dibagi menjadi dua
bagian besar, yaitu pengaturan mengenai informasi dan transaksi elektronik dan
pengaturan mengenai perbuatan yang dilarang. Pengaturan mengenai informasi dan
transaksi elektronik mengacu pada beberapa instrumen internasional, seperti
UNCITRAL Model Law on eCommerce dan UNCITRAL Model Law on eSignature. Bagian
ini dimaksudkan untuk mengakomodir kebutuhan para pelaku bisnis di internet dan
masyarakat umumnya guna mendapatkan kepastian hukum dalam melakukan transaksi
elektronik. Beberapa materi yang diatur, antara lain:
1. pengakuan
informasi/dokumen elektronik sebagai alat bukti hukum yang sah (Pasal 5 &
Pasal 6 UU ITE);
2. tanda tangan
elektronik (Pasal 11 & Pasal 12 UU ITE);
3. penyelenggaraan sertifikasi
elektronik (certification authority, Pasal 13 & Pasal 14 UU ITE); dan
4. penyelenggaraan
sistem elektronik (Pasal 15 & Pasal 16 UU ITE);
Sedangkan pengaturan
mengenai perbuatan yang dilarang (cybercrimes) mengacu pada ketentuan dalam EU
Convention on Cybercrimes, 2001. Beberapa materi perbuatan yang dilarang
(cybercrimes) yang diatur dalam UU ITE, antara lain: 1. konten ilegal, yang
terdiri dari, antara lain: kesusilaan, perjudian,
Berikut ini adalah
penjelasan adalah Cyber Law :
Cyberlaw di Indonesia
CyberLaw di Indonesia
sudah mulai di rintis sebelum tahun 1999. Karena sifatnya yang generik,
diharapkan rancangan undang-undang mengenai cyberlaw tersebut cepat diresmikan
dan kita bisa maju ke yang lebih spesifik. “Namun pada kenyataannya hal ini tidak
terlaksana dengan baik”. Beberapa hal yang mungkin masuk antara lain adalah
hal-hal yang terkait dengan kejahatan di dunia maya (cybercrime),
penyalahgunaan penggunaan komputer, hacking, membocorkan password, electronic
banking, pemanfaatan internet untuk pemerintahan (e-government) dan kesehatan,
masalah HaKI, penyalahgunaan nama domain, dan masalah privasi. Penambahan isi
disebabkan karena belum ada undang-undang lain yang mengatur hal ini di
Indonesia sehingga ada ide untuk memasukkan semuanya ke dalam satu rancangan.
Nama dari RUU ini pun berubah dari Pemanfaatan Teknologi Informasi, ke
Transaksi Elektronik, dan akhirnya menjadi RUU Informasi dan Transaksi
Elektronik.
Ada satu hal yang
menarik mengenai rancangan cyberlaw ini yang terkait dengan teritori. Misalkan
seorang cracker dari sebuah negara Eropa melakukan pengrusakan terhadap sebuah
situs di Indonesia. Dapatkah hukum kita menjangkau sang penyusup ini? Salah
satu pendekatan yang diambil adalah jika akibat dari aktivitas crackingnya
terasa di Indonesia, maka Indonesia berhak mengadili yang bersangkutan. Apakah
kita akan mengejar cracker ini ke luar negeri? Nampaknya hal ini akan sulit
dilakukan mengingat keterbatasan sumber daya yang dimiliki oleh kita. Yang
dapat kita lakukan adalah menangkap cracker ini jika dia mengunjungi Indonesia.
Dengan kata lain, dia kehilangan kesempatan / hak untuk mengunjungi sebuah
tempat di dunia. Pendekatan ini dilakukan oleh Amerika Serikat.
Beberapa topik utama
diantaranya adalah perangkat intelektual, privasi, kebebasan berekspresi, dan
jurisdiksi, dalam domain yang melingkupi wilayah hukum dan regulasi.
Cyberlaw lainnya adalah
bagaimana cara memperlakukan internet itu sendiri. Dalam bukunya yang berjudul
Code and Other Laws of Cyberspace, Lawrence Lessig mendeskripsikan empat mode
utama regulasi internet, yaitu:
1. Law (Hukum)
2. Architecture
(Arsitektur)
3. Norms (Norma)
4. Market (Pasar)
B. Computer Crime
Act(Malaysia)
Computer Crime Act
(Akta Kejahatan Komputer) merupakan Cyber Law (Undang-Undang) yang digunakan
untuk memberikan dan mengatur bentuk pelanggaran-pelanggaran yang berkaitan
dengan penyalahgunaan komputer.
Computer Crime Act
(Akta Kejahatan Komputer) yang dikeluarkan oleh Malaysia adalah peraturan
Undang-Undang (UU) TI yang sudah dimiliki dan dikeluarkan negara Jiran Malaysia
sejak tahun 1997 bersamaan dengan dikeluarkannya Digital Signature Act 1997
(Akta Tandatangan Digital), serta Communication and Multimedia Act 1998 (Akta
Komunikasi dan Multimedia).
Di Malaysia, sesuai
akta kesepakatan tentang kejahatan komputer yang dibuat tahun 1997, proses
komunikasi yang termasuk kategori Cyber Crime adalah komunikasi secara langsung
ataupun tidak langsung dengan menggunakan suatu kode atau password atau
sejenisnya untuk mengakses komputer yang memungkinkan penyalahgunaan komputer
pada proses komunikasi terjadi.
C. Council of
Europe Convension of Crime Cyber Crime
Merupakan salah satu
contoh organisasi internasional yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari
kejahatan di dunia maya, dengan mengadopsikan aturan yang tepat dan untuk
meningkatkan kerja sama internasional dalam mewujudkan hal ini.
COCCC telah
diselenggarakan pada tanggal 23 November 2001 di kota Budapest, Hongaria.
Konvensi ini telah menyepakati bahwa Convention on Cybercrime dimasukkan dalam
European Treaty Series dengan nomor 185. Konvensi ini akan berlaku secara
efektif setelah diratifikasi oleh minimal lima Negara, termasuk paling tidak
ratifikasi yang dilakukan oleh tiga Negara anggota Council of Europe. Substansi
konvensi mencakup area yang cukup luas, bahkan mengandung kebijakan criminal
yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari cybercrime, baik melalui
undang-undang maupun kerja sama internasional. Konvensi ini dibentuk
dengan pertimbangan-pertimbangan antara lain sebagai berikut:
– Bahwa masyarakat
internasional menyadari perlunya kerjasama antar Negara dan Industri dalam
memerangi kejahatan cyber dan adanya kebutuhan untuk melindungi kepentingan
yang sah dalam penggunaan dan pengembangan teknologi informasi.
– Konvensi saat ini
diperlukan untuk meredam penyalahgunaan sistem, jaringan dan data komputer
untuk melakukan perbuatan kriminal. Hal lain yang diperlukan adalah adanya
kepastian dalam proses penyelidikan dan penuntutan pada tingkat internasional
dan domestik melalui suatu mekanisme kerjasama internasional yang dapat
dipercaya dan cepat.
– Saat ini sudah
semakin nyata adanya kebutuhan untuk memastikan suatu kesesuaian antara
pelaksanaan penegakan hukum dan hak azasi manusia sejalan dengan Konvensi Dewan
Eropa untuk Perlindungan Hak Azasi Manusia dan Kovenan Perserikatan
Bangsa-Bangsa 1966 tentang Hak Politik Dan sipil yang memberikan perlindungan
kebebasan berpendapat seperti hak berekspresi, yang mencakup kebebasan untuk
mencari, menerima, dan menyebarkan informasi/pendapat.
Konvensi ini telah
disepakati oleh masyarakat Uni Eropa sebagai konvensi yang terbuka untuk
diakses oleh Negara manapun di dunia. Hal ini dimaksudkan untuk diajdikan norma
dan instrument Hukum Internasional dalam mengatasi kejahatan cyber, tanpa
mengurangi kesempatan setiap individu untuk tetap dapat mengembangkan
kreativitasnya dalam pengembangan teknologi informasi.
Sumber :
https://hillarynazwa.wordpress.com/2015/10/28/peraturan-dan-regulasi-it/http://wisnugrohoadi.blogspot.co.id/2016/04/peraturan-dan-regulasi.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar